Pameran Pawukon Prayungan
GRAMM HOTEL by Ambarrukmo dengan bangga mempersembahkan pameran seni rupa Pawukon Prayungan karya seniman berbakat Subandi Giyanto. Pameran ini akan berlangsung dari 5 November 2024 hingga 5 Januari 2025, menghadirkan serangkaian karya yang menggambarkan kekayaan budaya dan tradisi yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Indonesia.
Subandi Giyanto adalah seorang seniman yang telah lama berkecimpung dalam dunia seni rupa, dikenal dengan karyanya yang mampu menyampaikan pesan mendalam tentang kehidupan dan budaya. Karya-karyanya sering kali terinspirasi oleh simbolisme dan nilai-nilai budaya lokal, yang dalam pameran ini dituangkan ke dalam bentuk yang unik dan menarik. Dengan memanfaatkan berbagai medium, Subandi mengajak pengunjung untuk menjelajahi dunia seni yang tak hanya indah secara visual tetapi juga kaya akan makna.
Makna Pawukon Prayungan
Pawukon Prayungan mengusung tema yang berkaitan erat dengan filosofi pawukon, sistem kalender tradisional yang digunakan oleh masyarakat Jawa. Melalui karya-karyanya, Subandi ingin mengajak kita merenungkan siklus kehidupan, perubahan, dan keterhubungan antar manusia serta alam. Setiap lukisan dalam pameran ini merupakan refleksi dari pemikiran tersebut, mengajak kita untuk lebih peka terhadap lingkungan dan budaya di sekitar kita.
Pameran ini merupakan bagian dari komitmen GRAMM HOTEL untuk mendukung komunitas seni di Yogyakarta. Dengan menyediakan platform bagi seniman lokal untuk memamerkan karya mereka, hotel ini berkontribusi dalam pelestarian seni dan budaya, serta memberikan ruang kreativitas untuk berkembang.
Pameran Pawukon Prayungan secara resmi akan dibuka pada 5 November 2024 oleh Riza Perdana Kusuma, S.E., M.M., yang merupakan seorang founder Indonesia Leadership School dan Business & Service Advisor. Diharapkan dapat memberikan dukungan dan pengakuan terhadap karya-karya seniman lokal, serta menarik perhatian lebih banyak pengunjung untuk mengapresiasi pameran ini.
Pameran berlangsung 5 Nov 2024 – 5 Jan 2025
Acara ini terbuka untuk umum dan dapat diakses di area lobi dan SMARA Restaurant GRAMM HOTEL. Dengan lokasi yang strategis dan mudah dijangkau, pengunjung dapat menikmati suasana pameran sambil bersantai di lingkungan hotel yang nyaman. Pameran ini akan berlangsung dari 5 November 2024 hingga 5 Januari 2025.
Pameran seni rupa Pawukon Prayungan karya Subandi Giyanto di GRAMM HOTEL adalah sebuah kesempatan luar biasa untuk merayakan kreativitas dan kekayaan budaya Yogyakarta. Mari kita dukung dan nikmati pameran ini, jangan lewatkan kesempatan untuk berkunjung dan merasakan pengalaman yang menginspirasi!
Tentang Subandi Giyanto
Kegiatan berkesenian telah dimulai oleh Subandi sejak usia 7 tahun sewaktu kelas 1 Sekolah Dasar. Natah dan nyungging wayang kulit dipelajari oleh Subandi dari orang tuanya, Giyanto Wiguno. Pada saat kelas 4 Sekolah Dasar seringkali diajak untuk pameran dan lomba kerajinan oleh Guru SD, Bapak Pardjijo. Juara I selalu didapat oleh Porseni SD dari tingkat IPDA hingga propinsi DIY hingga tahun 1971 (1969, 1970, dan 1971). Sejak itu, setiap tahunnya Subandi selalu mendapatkan undangan untuk pameran dalam rangka peringatan hari-hari besar Nasional.
Pada tahun 1972-1974, kegiatan pameran sempat terhenti karena tidak ada guru yang mengetahui aktivitas keseniannya, tetapi wayang kulit tetap dibuat bersama bapak. Saat itu, Subandi diundang untuk lomba di sekolah pada tahun 1972 dan kembali mendapat juara pertama. Pada tahun 1975, seni selain wayang kulit mulai dikenal oleh Subandi saat masuk SSRI (Sekolah Seni Rupa Indonesia) yang pada tahun 1977 berubah menjadi SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa). Ketika pameran ulang tahun SSRI diadakan pada bulan April 1975 di Gallery Senisono (sekarang sisi selatan Gedung Agung Yogyakarta), Subandi merasa bahwa karyanya mampu sejajar dengan karya teman-teman terbaiknya. Piagam Penghargaan Pratita Adhi Karya untuk ukir kulit (wayang) diterima oleh Subandi. Mendengar dari guru-guru dan mahasiswa STSRI “ASRI” (Akademi Seni Rupa Indonesia) pada waktu itu bahwa harga jual lukisan dianggap lebih baik dibandingkan wayang kulit, Subandi mulai tergoda untuk melukis meskipun masih membuat wayang kulit. Pertanyaan yang selalu timbul didalam benak Subandi kala itu adalah bagaimana wayang dapat digambar dengan media kanvas yang berukuran besar, seperti karya mahasiswa STSRI “ASRI” yang dilihatnya saat melukis di
halaman kampus. Di lorong-lorong gedung STSRI “ASRI”, selalu terpampang lukisan besar nan indah dengan bermacam gaya yang berbeda-beda menjadi alasan yang mempengaruhi pikirannya untuk melukis.
Namun, keinginannya harus tertunda karena jurusan yang diambil adalah kriya kayu. Pada awal April 1975, Sanggar bambu mulai dikenal oleh Subandi ketika gurunya, Bapak. Supono Pr, mengajaknya untuk menghadiri ulang tahun sanggar. Di sana, pelajaran melukis diambil oleh Subandi. Tokoh-tokoh sanggar mulai banyak dikenalnya, termasuk pemusik, sastrawan, pemain film, pemain teater, budayawan, wartawan, pelukis, dan banyak lagi. Ternyata, Sanggarbambu pada waktu itu benar-benar berfungsi sebagai tempat pertemuan dan medan persahabatan. Pada awal mengenal Sanggarbambu, Subandi dikenalkan kepada Mas Hardiyono, seseorang yang berasal dari Yogyakarta namun menetap di Jakarta. Dia adalah anggota
Sanggarbambu yang dikenal dengan lukisan yang bagus dan detail. Selain lukisan di kanvas dan kertas, lukisan kaca juga diciptakan oleh beliau. Pada tahun 1979, Subandi diminta oleh Mas Hardiyono untuk mengajari adiknya, Taufik, menyungging di atas kaca. Meskipun merasa ragu karena belum pernah melukis kaca, Subandi tetap memenuhi permintaanya. Namun, karena belum memiliki pengalaman, lukisan pertama di kaca pun menjadi terbalik seperti menyungging wayang. Setelah mendapati kesalahannya tersebut, teknik menyungging kaca akhirnya diperoleh; ternyata, teknik itu dimulai dengan penggunaan warna tua
terlebih dahulu, baru diakhiri dengan warna muda.
Pada tahun 1975, SSRI mulai dikenal oleh Subandi sebagai awal keikutsertaannya dalam pameran yang berlangsung secara bersama dan tidak pernah surut. Sudah tak terhitung akan keikutsertaannya, mungkin sudah puluhan atau bahkan ratusan kali. Selain mengikuti pameran bersama, Subandi juga terlibat dalam komunitas Sanggarbambu dan membentuk komunitas lain untuk pameran bersama, seperti Kelompok 79, Kelompok 80, Rumpun 81, Kelompok Ganksal, Kelompok 11, Rumpun Muda Senirupa, Nirmana, dan lain-lain. Sebagian kolektor berasal dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Taiwan, Jepang, Belgia, Belanda, Jerman, Amerika Serikat, Australia, Prancis, Korea, Italia, Singapura, Swiss, Meksiko, dan China.